BENANG BINTIK
Motif Batik Khas Dayak Kalimantan Tengah
Oleh: Neni Puji Nur Rahmawati, S.Si
Benang Bintik merupakan nama lain dari Batik Khas Dayak Kalimantan Tengah. Dalam hal jenis, Benang Bintik tergolong ke dalam berbagai motif khas, di antaranya adalah motif Batang Garing, motif Huma Betang, motif ukiran, motif senjata, motif naga, motif Balanga, motif campuran dan motif-motif lainnya.
Untuk warna dasar Benang Bintik memiliki warna yang lebih berani seperti warna merah maroon, biru, merah, kuning dan hijau. Ada juga bahan warna yang lebih gelap seperti hitam dan coklat. Bahan baku Benang Bintik umumnya menggunakan bahan kain jenis kain sutera, kain semi-sutera dan kain katun.
Kalimantan Tengah ini di setiap motifnya selalu ada motif Batang Garing. Suku Dayak Ngaju memahami dunianya (kosmologi) melalui pemaknaan terhadap Pohon Batang Garing (pohon kehidupan). Pohon ini diyakini diturunkan langsung oleh Tuhan Dayak Ngaju yang bernama Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam tetek tatum (ratap tangis sejati) diceritakan bahwa Ranying Hatalla Langit menciptakan dua pohon yang diberi nama Batang Garing Tingang (pohon kehidupan) dan Bungking Sangalang.
Pohon Batang Garing berbentuk tombak dan menunjuk ke atas melambangkan Ranying Mahatala Langit. Bagian bawah pohon terdapat guci berisi air suci dan dahan berlekuk, yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Sedangkan daun-daunnya melambangkan ekor Burung Enggang. Masing-masing dahan memiliki buah yang berjumlah tiga, menghadap ke atas dan ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja bunu atau buno.
Secara umum orang Dayak Ngaju memahami Batang Garing sebagai simbol tingkatan alam, yang terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: 1. alam atas, 2. pantai danum kalunen (bumi), dan 3. alam bawah (air). Alam atas adalah tempat tinggal Ranying Hatalla Langit, bumi adalah tempat tinggal manusia, dan alam bawah adalah tempat tinggal jata atau lilih atau Raden Tamanggung Sali Padadusan Dalam atau Tiung Layang Raja Memegang Jalan Harusan Bulau, Ije Punan Raja Jagan Pukung Sahewan.
Pengetahuan Suku Dayak Ngaju tentang alam, memberikan gambaran bahwa antara alam atas, bumi dan alam bawah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dari implikasi sosial yang ada, orang Dayak Ngaju begitu menghormati dan menghargai lingkungan alam tempat tinggal mereka. Apabila sudah ada tanda-tanda adanya ketidakselarasan hubungan antara manusia dengan alam, maka upacara adat Manyanggar itu bisa dilaksanakan dengan tujuan untuk menetralisir atau menyeimbangkan hubungan antara manusia dengan makhluk halus yang menghuni alam sekitarnya. Tanda-tanda alam tersebut, misalnya: seringnya terjadi musibah, sering ada pertikaian, panen banyak yang gagal, dan lain-lain.
Keyakinan dan pengetahuan terhadap pohon Batang Garing ini membawa implikasi/pengaruh ke dalam perilaku kehidupan sosial masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, antara lain pengaruh pada pelaksanaan beberapa upacara tradisional (antara lain upacara adat Manyanggar), yang salah satu prosesnya dengan kegiatan menawur behas (menabur beras), yaitu menaburkan beras ke segala penjuru. Kenapa harus beras, karena beras berasal dari pantis kambang kabanteran bulan, lelek lumpung matanandau di bukit kagantung langit di langit ketujuh. Melalui beras orang Dayak Ngaju yakin kalau mereka dapat berkomunikasi dengan putir selong tamanang dan raja angking langit yang diteruskan kepada Ranying Hatalla. Rasa hormat orang Dayak kepada beras bukan berarti mereka menyembah beras, namun karena beras mampu menjadi perantara bagi mereka dengan Hatalla.
Sertifikasi batik sebagai produk budaya asli Indonesia yang dikeluarkan PBB melalui lembaga UNESCO merupakan momentum penting bagi perkembangan seni batik di Tanah Air. Citra positif batik di dunia internasional tersebut berlanjut di tanah air tatkala Presiden Republik Indonesia (RI) menetapkan tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Hari Batik Nasional.
Kondisi tersebut memberikan dampak positif bagi pelaku usaha dan pengrajin kain batik di berbagai daerah di Indonesia, tak terkecuali Kalteng dengan motif kain batik “Benang Bintik” sebagai Motif Batik Khas Suku Dayak di Kalimantan Tengah.
Salah satu peluang ekonomi yang terbuka dari trend tersebut adalah pengembangan industri garmen Batik Benang Bintik di daerah. Industri kreatif ini memiliki potensi yang bagus.
Beberapa waktu lalu, keharusan pemakaian Batik Khas Dayak Kalimantan Tengah (Benang Bintik) masih terbatas pada kegiatan formal seperti seragam sekolah dan kantor. Oleh karena itu, kesan Batik Benang Bintik kemudian lebih dikenal sebagai bahan busana dan pakaian resmi untuk upacara adat atau acara seremonial seperti pernikahan.
Kini, Batik Benang Bintik memang semakin dikenal, ragam busana dari motif kain Benang Bintik sering pula dipakai pada kegiatan-kegiatan seperti festival, ajang pemilihan model atau kegiatan kebudayaan dan kesenian daerah lainnya.
Di Kalimantan Tengah, terutama di Kota Palangka Raya sentra pembuatan dan percetakan kain batik Benang Bintik masih sangat minim. Pembuatan maupun percetakan Benang Binti lebih banyak dilakukan di luar wilayah Kalimantan Tengah. Padahal cakupan wilayah permintaan pasarannya telah tersebar luas di seluruh Kalimantan Tengah. Bahkan, model-model pakaian Benang Bintik selalu tampak di beberapa sentra usaha penjahitan.
Sumber informasi :
Ibu Husniya (orang yang gigih memperjuangkan
serta membina pengrajin batik khas Dayak Kalteng)